Baru-baru ini media sosial digemparkan dengan kasus penyalahgunaan dana KIP Kuliah (KIP-K) oleh salah seorang mahasiswa Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang.
Hal ini menjadi himbauan bagi seluruh perguruan tinggi agar bisa kembali memantau kriteria penerima KIP K secara ketat, supaya kasus tersebut tidak lagi terjadi.
Kepala Pusat Pelayanan Pembiayaan Pendidikan Kemendikbudristek, Abdul Kahar menanggapi persoalan itu. Bahwa peemerintah pusat dan kampus terus memantau dan melakukan evaluasi secara berkala terkait penerima KIP-K. Biasanya proses pemantauan itu selama satu semester sekali.
Karenanya, ia meminta mahasiswa penerima KIP Kuliah untuk memverifikasi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau kampus. Seorang mahasiswa yang menerima bantuan di semester satu tidak dapat dipastikan akan menerima KIP-K sampai menyelesaikan kuliah.
“Untuk anak-anakku yang menerima KIP Kuliah bukan berarti bahwa menerima semester 1 otomatis akan bisa menerima sampai selesai delapan semester. Karena itu harus dijaga betul,” ucap Kepala Pusat Pelayanan Pembiayaan itu.
2 Penyebab Utama KIP Kuliah Bisa Dicabut
Menurut Abdul Kahar, dua penyebab utama yang bisa mencabut KIP Kuliah dari mahasiswa adalah:
- Perubahan Ekonomi
Selama berkuliah, mahasiswa perlu memastikan bahwa mereka tetap memenuhi kriteria sebagai penerima KIP Kuliah, karena perubahan ekonomi baik dari orang tua maupun dari diri mahasiswa sendiri dapat mempengaruhi status mereka ke depannya.
“Bisa saja waktu mendaftar memang sesuai karena orang tua di PHK, atau diterima pada masa Covid-19. Tapi sekarang kan sudah berbeda, ekonomi orang tuanya bisa sudah bangkit juga,” tambahnya.
Abdul Kahar menyarankan agar mahasiswa secara sukarela melakukan pengunduran diri jika mereka merasa telah memiliki ekonomi yang baik, karena KIP K sebenarnya adalah bantuan sosial bagi masyarakat yang mengalami kendala ekonomi, bukan beasiswa.
- Prestasi menurun
Puslapdik dan perguruan tinggi telah menyetujui regulasi yang menetapkan standar minimum kelulusan di kampus sebagai bagian dari kesepakatan mereka, meskipun bukan dalam bentuk beasiswa.
“Sebagai catatan KIP-K bukanlah beasiswa prestasi tapi bantuan sosial. Tapi kalau ditemukan mahasiswa KIP-K memiliki IPK di bawah standar, hal ini juga akan mendapat perhatian dari kampus yang bersangkutan,” ungkapnya.
Kampus akan melakukan evaluasi internal saat terjadi hal ini. Hasil evaluasi tersebut kemudian dapat dipertimbangkan apakah mahasiswa tersebut masih layak menerima KIP-K atau tidak.
“KIP Kuliah sudah sangat berhati-hati untuk memotret kandidat. Hal ini diperlukan agar jangan sampai ada orang orang yang membutuhkan dan punya prestasi tapi yang menerima hanya karena aspek kemiskinan, atau ia memenuhi aspek kemiskinan tapi tidak punya potensi menyelesaikan kuliah hanya karena kasihan. Jadi dua aspek ini penting untuk dipahami mahasiswa penerima KIP Kuliah,” pungkasnya.***