Tahukah Teman-teman Bimbel Pandu tentang sejarah bendera merah putih pertama yang sempat dipisahkan dan disusun kembali menjadi utuh? Kali ini Bimbel Pandu akan mengajak kamu membaca sejarah bendera merah putih, yang jarang sekali orang-orang ketahui.
Belanda kembali ke Indonesia dan melakukan agresi militer pada 19 Desember 1948. Pada agresi militer yang kedua ini ada wilayah yang menjadi target mereka, yaitu Yogyakarta. Pada waktu itu Kota Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan pada masa itu.
Presiden Soekarno merasa bahwa kedatangan Belanda kali iki akan melakukan sesuatu yang bertujuan untuk menghilangkan kedualatan NKRI. Maka dari itu, Pak Soekarno memanggil Husein Mutahar untuk membawa dan menyelamatkan bendera pusaka dari tangan Belanda.
Bendera pusaka sudah ditangan Husein Mutahar. Namun, tidak semudah dan semulus itu. Pak Mutahar terpaksa membagi bendera pusaka menjadi dua bagian dengan cara melepas jahitan yang ada di antara warna merah dan putih.
Dalam buku, Penyambung Lidah Rakyat 2, Pak Karno bercerita, “Tindakanku yang terakhir adalah memanggil Mutahar ke kamarku (Presiden Soekarno). Apa yang terjadi terhadap diriku, aku sendiri tidak tahu,” kataku ringkas. Dengan ini aku memberikan tugas kepadamu pribadi Dalam keadaan apapun juga, aku memerintahkan kepadamu untuk menjaga Bendera kita dengan nyawamu. Ini tidak boleh jatuh ke tangan musuh. Di satu waktu jika Tuhan mengizinkannya engkau mengembalikannya kepadaku sendiri dan tidak kepada siapa pun kecuali kepada orang yang menggantikanku sekiranya umurku pendek. Andaikata engkau gugur dalam menyelamatkan bendera ini, percayakan tugasmu kepada orang lain dan dia harus menyerahkan ke tanganku sendiri sebagaimana engkau mengerjakannya.”
Husein Mutahar dalam menyelamatkan bendera pusaka dibantu oleh Ibu Perna Dinata, yaitu dengan melepas benang jahitan antara bendera Pusaka yang sebelumnya dijahit tangan oleh Ibu Fatmawati.
Setelah bendera pusaka dipisahkan menjadi dua bagian dan dimasukkan pada dasar dua buah tas milik Husein Mutahar yang sebelumnya telah diisi dengan pakaian miliknya. Langkah tersebut diambil berdasarkan pemikiran, bahwa jika sebuah bendera telah dipisah maka dia tidak lagi menjadi bendera.
Langkah yang diambil Husein Mutahar sangat tepat. Namun, di hari berikutnya Pak Mutahar tertangkap dan diangkut dengan pesawat Dakota bersama staf kepresidenan lainnya. Beruntung, dalam perjalanan, Pak Mutahar berhasil melarikan diri dan naik kapal laut menuju ke Jakarta.
Pertengahan Juli tahun 1948, Sudjono memberi kabar bahwa Presiden Soekarno mengirimkan surat pribadi ke Husein Mutahar, bahwa isi surat tersebut mengatakan bahwa, presiden mernerintahkan Husein Mutahar untuk menyerahkan bendera pusaka kepada Sudjono yang selanjutnya dibawa dan diserahkan kepada presiden di Muntok, Bangka.
Hal tersebut dipilih karena adanya penjagaan yang ketat di kediaman Presiden Soekarno. Hanya orang-orang tertentu seperti delegasi atau utusan perdamaian RI yang diperbolehkan untuk bertemu dengan presiden di pengasingan.
Sebelum diserahkan kepada Sudjono, Husein Mutahar menjahit kembali bendera pusaka di atas lubang jahitan aslinya.
Apresiasi penyelamatan bendera pusaka yang dilakukan Husein Mutahar mendapat anugerah Bintang Mahaputera pada tahun 1961 dari Pemerintah Republik Indonesia dan disematkan langsung oleh Presiden.